Ayo Bangkit dari Futur dan malas

“Jika kau tidak disibukkan dengan kebaikan, maka syaithan akan mengajakmu untuk sibuk pada keburukan…” (Imam Syafi’i)
         
Teman-teman sekalian….
Pernah mendengar kata futur? Atau pernah ngeliatnya di mading, majalah, atau selebaran yang biasanya khas bacaan muslim muda? Yup… Futur merupakan sebuah istilah yang biasanya dihubungkan dengan kondisi saat jiwa ini, ruh ini, hingga badan ini merasa malas untuk berbuat sesuatu. Bukan hanya malas ibadah doank lho. Tapi, juga saat merasa enggan untuk belajar, malas bergerak, selalu ingin berada di zona nyaman, maka itulah futur. Bahkan boleh jadi sebutan galau yang akhir-akhir ini sangat familiar di kalangan anak muda zaman sekarang adalah bagian dari bentuk rasa futur dengan bahasa yang agak gaul sedikit. 

Nah, sekarang yang menjadi permasalahannya adalah: bagaimana caranya supaya kita dapat bangkit dari futur itu? Yuk kita obrolin. Rasa futur erat kaitannya dengan kondisi iman yang kurang membaik. Sedang turun. Karena memang iman juga ada fase naik dan turunnya (yazidu wa yanqushu), meskipun tidak periodik. So, berarti wajar donk kalau kita suka futur? Sekilas memang ada sisi kewajaran dalam hal ini. Tetapi, jangan sampai futur itu menjadi kebiasaaan yang terlalu sering. Atau bahkan perilaku dan pola tindakan yang dilakukan saat kondisi iman yang sedang tidak baik tersebut menjadi sebuah karakter. Ini yang bahaya. Kita harus sebisa mungkin berusaha saat kondisi futur sekalipun, tidak terjebak pada kubangan kemaksiatan. Tetap ada standar minimum pada kualita keimanan kita. Seperti salah seorang ulama salafushalih (waduh lupa namanya siapa…hehe) yang mengatakan: “….saat aku sedang merasa jenuh dengan belajar membaca kitab-kitab ilmu syar’i dan me-murajaah (me-review) hafalan Qur’anku, maka yang aku lakukan ialah membaca sirah sebagai rekreasi historis atau hanya sekedar merenung, berpikir perihal permasalahan umat.” Jadi, jika demikian, maka saat futur-pun, aktifitas kita masih tetap produktif alias ada kualitasnya walau sedikit. Layaknya grafik eksponensial yang hampir tak pernah menyentuh batas ambang absis atau ordinat. Ia tetap cenderung bertahan.

Kunci untuk bangkit dari rasa futur yang mendera sebenarnya simple. Niatkan untuk bangkit. Jangan menunggu untuk dimotivasi. Tetapi, berbuatlah! Niscaya dengan sendirinya kita akan termotivasi. Yang terpenting adalah kita harus tetap berpikir jernih, tenang, dan visioner. Ingat! Setiap perbuatan yang kita lakukan pasti ada konsekuensinya di masa yang akan datang. Belum lagi saat nanti menghadap di Mahkamah Allah kelak di Yaumil Hisab. Lho kok bisa? Ya iyalah… Perkara futur bukan masalah remeh-temeh, ching. Ini serius. Karena pokok permasalahannya ada pada sisi ruhiyah kita. Ia bagaikan jenderal yang mengomandoi segala aktifitas kita dalam hidup ini. Terlebih hubungan kita dengan Allah.

Tampaknya kita perlu sedikit belajar dari jiwa seorang prajurit. Seorang prajurit biasanya tak akan rela jika wilayah kekuasaan yang menjadi tanggungjawabnya direbut oleh musuh. Apalagi ia ikutan mati pula. Begitulah seharusnya kita. Jangan sampai syaithan sebagai musuh yang nyata bagi manusia berhasil menembus benteng pertahanan ruhiyah kita hingga akhirnya terjatuh, ambruk, menyerah, kalah. Yuk! Sibukkan diri-diri kita dengan kebaikan. Karena jelas ada balasan yang Allah janjikan. Firman Allah dalam Surah Yunus ayat 26: “Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya (kenikmatan melihat Allah). Dan muka mereka tidak ditutupi debu hitam dan tidak (pula) kehinaan. Mereka itulah penghuni syurga, mereka kekal di dalamnya.” Apalagi yang kita rindukan selain keindahan saat menatap langsung wajah Allah kelak di surga. Dengan satu syarat: bangkit dari futur. Segera bangkit, bergerak. 

Oleh: Yasir Arafat al Bantany

Post a Comment Disqus Blogger

Maklumat:

1. Terima kasih atas kunjungannya, semoga bisa memberi manfaat

2. Silahkan baca artikel dan beri komentar dengan bahasa dan tutur kata yang baik

3. Semoga slalu dalam karunia Allah SWT

 
Top