Saudariku, Apa yang Menghalangimu
untuk Berjilbab?
“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, ‘Hendaklah mereka menjulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.’ Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenali, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Qs. Al-Ahzaab: 59)
Saudariku…
Seorang mukmin dengan mukmin lain ibarat cermin. Bukan cermin yang memantulkan bayangan fisik, melainkan cermin yang menjadi refleksi akhlak dan tingkah laku. Kita dapat mengetahui dan melihat kekurangan kita dari saudara seagama kita. Cerminan baik dari saudara kita tentulah baik pula untuk kita ikuti. Sedangkan cerminan buruk dari saudara kita lebih pantas untuk kita tinggalkan dan jadikan pembelajaran untuk saling memperbaiki.
Seorang mukmin dengan mukmin lain ibarat cermin. Bukan cermin yang memantulkan bayangan fisik, melainkan cermin yang menjadi refleksi akhlak dan tingkah laku. Kita dapat mengetahui dan melihat kekurangan kita dari saudara seagama kita. Cerminan baik dari saudara kita tentulah baik pula untuk kita ikuti. Sedangkan cerminan buruk dari saudara kita lebih pantas untuk kita tinggalkan dan jadikan pembelajaran untuk saling memperbaiki.
Saudariku…
Tentu engkau sudah mengetahui bahwa Islam mengajarkan kita untuk saling mencintai. Dan salah satu bukti cinta Islam kepada kita –kaum wanita– adalah perintah untuk berjilbab. Namun, kulihat engkau masih belum mengambil “kado istimewa” itu. Kudengar masih banyak alasan yang menginap di rongga-rongga pikiran dan hatimu setiap kali kutanya, “Kenapa jilbabmu masih belum kau pakai?” Padahal sudah banyak waktu kau luangkan untuk mengkaji ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang perintah jilbab. Sudah sekian judul buku engkau baca untuk memantapkan hatimu agar segera berjilbab. Juga ribuan surat cinta dari saudarimu yang menginginkan agar jilbabmu itu segera kau kenakan. Lalu kenapa, jilbabmu masih terlipat rapi di dalam lemari dan bukan terjulur untuk menutupi dirimu?
Tentu engkau sudah mengetahui bahwa Islam mengajarkan kita untuk saling mencintai. Dan salah satu bukti cinta Islam kepada kita –kaum wanita– adalah perintah untuk berjilbab. Namun, kulihat engkau masih belum mengambil “kado istimewa” itu. Kudengar masih banyak alasan yang menginap di rongga-rongga pikiran dan hatimu setiap kali kutanya, “Kenapa jilbabmu masih belum kau pakai?” Padahal sudah banyak waktu kau luangkan untuk mengkaji ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang perintah jilbab. Sudah sekian judul buku engkau baca untuk memantapkan hatimu agar segera berjilbab. Juga ribuan surat cinta dari saudarimu yang menginginkan agar jilbabmu itu segera kau kenakan. Lalu kenapa, jilbabmu masih terlipat rapi di dalam lemari dan bukan terjulur untuk menutupi dirimu?
Mengapa Harus Berjilbab?
Mungkin aku harus kembali mengingatkanmu tentang alasan penting kenapa
Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan perintah jilbab kepada kita –kaum Hawa-
dan bukan kepada kaum Adam. Saudariku, jilbab adalah pakaian yang berfungsi
untuk menutupi perhiasan dan keindahan dirimu, agar dia tidak dinikmati oleh
sembarang orang. Ingatkah engkau ketika engkau membeli pakaian di pertokoan,
mula-mula engkau melihatnya, memegangnya, mencobanya, lalu ketika kau jatuh
cinta kepadanya, engkau akan meminta kepada pemilik toko untuk memberikanmu
pakaian serupa yang masih baru dalam segel. Kenapa demikian? Karena engkau
ingin mengenakan pakaian yang baru, bersih dan belum tersentuh oleh
tangan-tangan orang lain. Jika demikian sikapmu pada pakaian yang hendak engkau
beli, maka bagaimana sikapmu pada dirimu sendiri? Tentu engkau akan lebih
memantapkan ‘segel’nya, agar dia tetap ber’nilai jual’ tinggi, bukankah
demikian? Saudariku, izinkan aku sedikit mengingatkanmu pada firman Rabb kita
‘Azza wa Jalla berikut ini,
“Katakanlah kepada wanita-wanita beriman: ‘Hendaklah mereka menahan
pandangan mereka, dan memelihara kemaluan mereka, dan janganlah mereka
menampakkan perhiasan mereka kecuali yang (biasa) nampak daripadanya.’” (Qs. An-Nuur: 31)
Dan firman-Nya,
“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, ‘Hendaklah mereka menjulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.’ Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenali, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Qs. Al-Ahzaab: 59)
Saudariku tercinta, Allah tidak semata-mata menurunkan perintah jilbab
kepada kita tanpa ada hikmah dibalik semuanya. Allah telah mensyari’atkan
jilbab atas kaum wanita, karena Allah Yang Maha Mengetahui menginginkan supaya
kaum wanita mendapatkan kemuliaan dan kesucian di segala aspek kehidupan, baik
dia adalah seorang anak, seorang ibu, seorang saudari, seorang bibi, atau pun
sebagai seorang individu yang menjadi bagian dari masyarakat. Allah menjadikan
jilbab sebagai perangkat untuk melindungi kita dari berbagai “virus” ganas yang
merajalela di luar sana. Sebagaimana yang pernah disabdakan oleh Abul Qasim
Muhammad bin ‘Abdullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang artinya,
“Wanita itu adalah aurat, jika ia keluar rumah, maka syaithan akan
menghiasinya.” (Hadits shahih. Riwayat Tirmidzi (no.
1173), Ibnu Khuzaimah (III/95) dan ath-Thabrani dalam Mu’jamul Kabiir (no.
10115), dari Shahabat ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhuma)
Saudariku, berjilbab bukan hanya sebuah identitas bagimu untuk menunjukkan
bahwa engkau adalah seorang muslimah. Tetapi jilbab adalah suatu bentuk
ketaatanmu kepada Allah Ta’ala, selain shalat, puasa, dan ibadah lain yang
telah engkau kerjakan. Jilbab juga merupakan konsekuensi nyata dari seorang
wanita yang menyatakan bahwa dia telah beriman kepada Allah Ta’ala dan
Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Selain itu, jilbab juga
merupakan lambang kehormatan, kesucian, rasa malu, dan kecemburuan. Dan semua
itu Allah jadikan baik untukmu. Tidakkah hatimu terketuk dengan kasih sayang
Rabb kita yang tiada duanya ini?
“Aku Belum Berjilbab, Karena…”
1. “Hatiku masih belum mantap untuk berjilbab. Jika hatiku sudah mantap,
aku akan segera berjilbab. Lagipula aku masih melaksanakan shalat, puasa dan
semua perintah wajib kok..”
Wahai saudariku… Sadarkah engkau, siapa yang memerintahmu untuk mengenakan
jilbab? Dia-lah Allah, Rabb-mu, Rabb seluruh manusia, Rabb alam semesta. Engkau
telah melakukan berbagai perintah Allah yang berpangkal dari iman dan ketaatan,
tetapi mengapa engkau beriman kepada sebagian ketetapan-Nya dan ingkar terhadap
sebagian yang lain, padahal engkau mengetahui bahwa sumber dari semua perintah
itu adalah satu, yakni Allah Subhanahu wa Ta’ala?
Seperti shalat dan amalan lain yang senantiasa engkau kerjakan, maka
berjilbab pun adalah satu amalan yang seharusnya juga engkau perhatikan. Allah
Ta’ala telah menurunkan perintah hijab kepada setiap wanita mukminah. Maka itu
berarti bahwa hanya wanita-wanita yang memiliki iman yang ridha mengerjakan
perintah ini. Adakah engkau tidak termasuk ke dalam golongan wanita mukminah?
Ingatlah saudariku, bahwa sesungguhnya keadaanmu yang tidak berjilbab namun
masih mengerjakan amalan-amalan lain, adalah seperti orang yang membawa satu
kendi penuh dengan kebaikan akan tetapi kendi itu berlubang, karena engkau
tidak berjilbab. Janganlah engkau sia-siakan amal shalihmu disebabkan
orang-orang yang dengan bebas di setiap tempat memandangi dirimu yang tidak
mengenakan jilbab. Silakan engkau bandingkan jumlah lelaki yang bukan mahram
yang melihatmu tanpa jilbab setiap hari dengan jumlah pahala yang engkau
peroleh, adakah sama banyaknya?
2. “Iman kan letaknya di hati. Dan yang tahu hati seseorang hanya aku
dan Allah.”
Duhai saudariku…Tahukah engkau bahwa sahnya iman seseorang itu
terwujud dengan tiga hal, yakni meyakini sepenuhnya dengan hati, menyebutnya
dengan lisan, dan melakukannya dengan perbuatan?
Seseorang yang beramal hanya sebatas perbuatan dan lisan, tanpa disertai
dengan keyakinan penuh dalam hatinya, maka dia termasuk ke dalam golongan orang
munafik. Sementara seseorang yang beriman hanya dengan hatinya, tanpa
direalisasikan dengan amal perbuatan yang nyata, maka dia termasuk kepada
golongan orang fasik. Keduanya bukanlah bagian dari golongan orang mukmin.
Karena seorang mukmin tidak hanya meyakini dengan hati, tetapi dia juga
merealisasikan apa yang diyakininya melalui lisan dan amal perbuatan. Dan jika
engkau telah mengimani perintah jilbab dengan hatimu dan engkau juga telah
mengakuinya dengan lisanmu, maka sempurnakanlah keyakinanmu itu dengan
bersegera mengamalkan perintah jilbab.
3. “Aku kan masih muda…”
Saudariku tercinta… Engkau berkata bahwa usiamu masih belia sehingga
menahanmu dari mengenakan jilbab, dapatkah engkau menjamin bahwa esok masih untuk
dirimu? Apakah engkau telah mengetahui jatah hidupmu di dunia, sehingga engkau
berkata bahwa engkau masih muda dan masih memiliki waktu yang panjang? Belumkah
engkau baca firman Allah ‘Azza wa Jalla yang artinya,
“Kamu tidak tinggal (di bumi) melainkan sebentar saja, jika kamu
sesungguhnya mengetahui.” (Qs. Al-Mu’minuun: 114)
“Pada hari mereka melihat adzab yang diancam kepada mereka, (mereka merasa)
seolah-olah tidak tinggal (di dunia) melainkan sesaat pada siang hari. (Inilah)
waktu pelajaran yang cukup.” (Qs. Al-Ahqaaf: 35)
Tidakkah engkau perhatikan tetanggamu atau teman karibmu yang seusia
denganmu atau di bawah usiamu telah menemui Malaikat Maut karena perintah Allah
‘Azza wa Jalla? Tidakkah juga engkau perhatikan si fulanah yang kemarin masih
baik-baik saja, tiba-tiba menemui ajalnya dan menjadi mayat hari ini? Tidakkah
semua itu menjadi peringatan bagimu, bahwa kematian tidak hanya mengetuk pintu
orang yang sekarat atau pun orang yang lanjut usia? Dan Malaikat Maut tidak
akan memberimu penangguhan waktu barang sedetik pun, ketika ajalmu sudah
sampai. Setiap hari berlalu sementara akhiratmu bertambah dekat dan dunia
bertambah jauh. Bekal apa yang telah engkau siapkan untuk hidup sesudah mati?
Ketahuilah saudariku, kematian itu datangnya lebih cepat dari detak jantungmu
yang berikutnya. Jadi cepatlah, jangan sampai terlambat…
4. “Jilbab bikin rambutku jadi rontok…”
Sepertinya engkau belum mengetahui fakta terbaru mengenai ‘canggih’nya
jilbab. Dr. Muhammad Nidaa berkata dalam Al-Hijaab wa Ta’tsiruuha ‘Ala Shihhah
wa Salamatus Sya’ri tentang pengaruh jilbab terhadap kesehatan dan keselamatan
rambut,
“Jilbab dapat melindungi rambut. Penelitian dan percobaan telah membuktikan
bahwa perubahan cuaca dan cahaya matahari langsung akan menyebabkan hilangnya kecantikan
rambut dan pudarnya warna rambut. Sehingga rambut menjadi kasar dan berwarna
kusam. Sebagaimana juga udara luar (oksigen) dan hawa tidaklah berperan dalam
pertumbuhan rambut. Karena bagian rambut yang terlihat di atas kepala yang
dikenal dengan sebutan batang rambut tidak lain adalah sel-sel kornea (yang
tidak memiliki kehidupan). Ia akan terus memanjang berbagi sama rata dengan
rambut yang ada di dalam kulit. Bagian yang aktif inilah yang menyebabkan
rambut bertambah panjang dengan ukuran sekian millimeter setiap hari. Ia
mendapatkan suplai makanan dari sel-sel darah dalam kulit.
Dari sana dapat kita katakan bahwa kesehatan rambut bergantung pada
kesehatan tubuh secara umum. Bahwa apa saja yang mempengaruhi kesehatan tubuh,
berupa sakit atau kekurangan gizi akan menyebabkan lemahnya rambut. Dan dalam
kondisi mengenakan jilbab, rambut harus dicuci dengan sabun atau shampo dua
atau tiga kali dalam sepekan, menurut kadar lemak pada kulit kepala. Maksudnya
apabila kulit kepala berminyak, maka hendaklah mencuci rambut tiga kali dalam
sepekan. Jika tidak maka cukup mencucinya dua kali dalam sepekan. Jangan sampai
kurang dari kadar ini dalam kondisi apapun. Karena sesudah tiga hari, minyak
pada kulit kepala akan berubah menjadi asam dan hal itu akan menyebabkan
patahnya batang rambut, dan rambut pun akan rontok.” (Terj. Banaatunaa wal
Hijab hal. 66-67)
(Bersambung. Insya Allah)
Penulis: Sufyan Rahmawati Woly bintu Muhammad di muslimahcom
Post a Comment Facebook Disqus Blogger
Maklumat:
1. Terima kasih atas kunjungannya, semoga bisa memberi manfaat
2. Silahkan baca artikel dan beri komentar dengan bahasa dan tutur kata yang baik
3. Semoga slalu dalam karunia Allah SWT