Stop maksiat. |
Syarat dibolehkannya bermaksiat.
Lanjutan dari tulisan sebelumnya tentang syarat pertama dibolehkannyabermaksiat.
Syarat kedua: Boleh maksiat jika tidak tinggal di bumi milik Allah
SWT.
Kita boleh melakukan apa saja selama kita tidak tinggal atau menumpang
hidup di bumi milik Allah ini. Tapi kalau hidup saja masih menumpang, maka
tentunya haram melakukan kejahatan atau kemaksiatan dihadapan pemilik tempat
tinggal bahkan hidup ini. Allah SWT. Bahkan jika kita ingin bermaksiat di
bulan, di Mars, atau planet lainnya. Itu tetap haram. Karena semuanya itu milik
Allah SWT.
Allah adalah pemilik alam semesta beserta isinya. Dalam Al Quran Allah
berfirman:
لِلَّهِ
مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأرْضِ
Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada
di bumi. (QS: Al Baqarah 284)
Allah subhanahu wata’ala adalah pemilik apa-apa yang ada di
langit dan apa-apa yang ada dibumi. Jadi Allah berhak untuk mengatur segala apa
yang dikehendakinya, termasuk mengatur bumi beserta isi-isinya. Dan kita selaku
hambaNya tentu seharusnya mentaati segala peraturan yang telah Allah tetapkan
agar kita senantiasa selamat di kehidupan dunia ini hingga akhira kelak.
Jadi selama kita masih tinggal dibumi, maka sebagai orang yang
menumpang hidup kita tidak pantas untuk berbuat seenak hati kita. Seperti halnya
seorang tamu yang berkunjung dirumah orang lain, maka kita tidak pantas berbuat
semau kita. Akan tetapi kita harus bersikap sopan dan mengikuti aturan yang ada
sebagai tamu.
Lalu bisakah kita memenuhi syarat yang kedua ini? Tentu jawabannya
adalah “Mustahil”. Jika itu tidak mungkin, lalu kenapa kita masih berbuat
maksiat dihadapan Allah? Seharusnya kita malu pada diri kita masing-masing..
Syarat ketiga: Boleh maksiat jika tidak makan makanan yang datang
dari Allah.
Maksudnya adalah kita diperbolehkan berbuat semau kita, sekehendak
kita dan seenak kita jika kita mampu untuk mencari makan sendiri, yaitu
mendapatkan makanan yang bukan pemberian dari Allah SWT. Tapi apakah syarat
yang ketiga ini juga mungkin dipenuhi? Jawabannya adalah “MUSTAHIL”
Allah Subhanahuwata’ala adalah Maha Pemberi sekaligus yang
menanggung semua rizki bagi seluruh makhluknya. Baik yang didarat, laut ataupun
diudara. Semua mendapatkan rejeki atas kehendak dan ijin Allah. Tak terkecuali
semua hasil usaha dan hasil jerih payah kita dalam bekerja ini adalah pemberian
Allah SWT.
Allah berfirman dalam Al Quran:
وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الأَرْضِ إِلاَّ عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا كُلٌّ فِي كِتَابٍ مُبِينٍ
“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (Huud:6)
“Katakanlah: “Sesungguhnya Tuhanku (Allah SWT)
melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendakiNya di antara hamba-hambaNya dan
menyempitkan (siapa yang dikehendakiNya)”. Dan barang apa saja yang kamu
nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia lah Pemberi rezeki yang sebaik-baiknya.”.
Surah Saba’ : ayat 39
Begitulah keterangan beberapa dalil tentang ketidak mampuannya seorang
hamba, dan kekuasaan Allah yang tiada banding yang kadang kita lupakan dan
tidak sadari. Seharusnya kita senantiasa bersyukur atas segala nikmat yang
telah Allah sediakan kepada kita semua ini dengan senantiasa menjalani apa yang
telah Dia perintahkan. Dan janganlah kita berbuat aniaya, kerusakan,
kemaksiatan sehingga hanya akan mendatangkan kemurkaan dariNya.
Semua syarat diatas sudah jelas bahwa kita semua selamanya tidak akan
mampu untuk memenuhinya. Dengan kata lain maksiat dan berbuat kejahatan itu
adalah haram dan dilarang oleh Allah SWT. Semoga kita selalu sadar akan segala
keburukan kita, dan kemudian berbuat kebaikan demi mendapatkan rahmat dan ridho
dariNYA.
Penulis: Ust. Abu Syauqie Al Mujaddid (Dewan Pembina Solusi Islam)
Artikel: www.solusiislam.com